HAMBATAN DAN MASALAH KONSELOR
Dalam melaksanakan suatu kegiatan terkadang terdapat hambatan baik hambatan sebelum pelaksaan ataupun saat pelaksanaannya. Begitu pula dalam melaksanakan tugas profesional, konselor juga mendapat hambatan yang berbagai macam baik hambatan yang biasa-biasa saja bahkan sampai hambatan yang serius. Seorang konselor pun mempunyai keterbatasan untuk melakukan proses konseli sehinnga terkadang proses konseling tidak efektif.
2.1 keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh konselor
Menurut Yeo (2003), ada beberapa hal yang merupakan keterbatasan-keterbatasan konselor sepanjang melaksanakan tugas profesional, yaitu:
a. Pengetahuan dan Keterampilan
Sering sekali kita mendapai bahwa tidak semua orng yang masuk dalam profesi membantu (konseling) tidak semua memiliki hambatan karena tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan konseling yang mencukupi. Konselor sering kali dihadapkan dengan teori tanpa mendapat keterampilan-keterampilan yang khusus agar dapat bekerja dengan utuh.
b. Usia dan pengalaman
Usia dan pengalam merupakn salah satu hal yang mungkin saja bisa jadi masalah atau hambatan dalam proses konseling. Klien melihat usia dan pengalaman konselor mempengaruhi klien untuk lebih manatap dalam mengambil keputusan. Hal ini dikarenakan konselor yang memiliki pengalaman yang cukup dan usia yang mencukupi untuk dilihat sebagai orang yang bijak. Biasanya klien lebih memilih konselor yang usianya sesuai dengannya.
c. Emosi
Merupakan karakteristik pribadi atau relatif menetap.
d. Kebudayaan, bahasa dan agama
Dengan adanya keragaman, ras, budaya, dan bahasa maka konselor juga menghadapi kendala dalam praktinya. Konselor pun dalam hal ini terbatas. Hal ini menjadi masalah karena konselor belum sepenuhnya memahami budaya, bahasa, atau agama klien. Pada kenyataannya setiap klien memiliki bahasa, budaya dan agama yang berbeda-beda, dan perbedaan inilah yang harus dipahami oleh konselor.
2.2 Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Konselor
Dalam Cavanag (1982) dalam lesmana (2006) mengemukakan ada beberapa 7 masalah umum yang dapat menghambat dalam suatu hubungan konseling, yaitu:
a. Kebosanan
Menutur Cavanag (1982). Konselor pemula jarang mengalami kebosanan karena sifat baru dari pekerjaan mereka. Setiap mereka bertemu dengan orang-orang yang mempunyai problem berbeda dan mecoba keterampilan dan tanggung jawab sebagai seorang konselor. Tetapi seperti halnya tingkah laku lain yang harus berulang, monseling dapat membosankan. Beberapa hal yang dapat timbul karena kebosanan:
1. Konselor mengambil jarak dengan klienya, makin lama makin menjauh. Klien dapat merasakan hal ini, ia akan kehilangan rasa aman dan rasa diterima sangat penting bagi keberhasilan konseling.
2. Konselor terkadang mengambil cara negative dalam menangai kebosanan ia mencoba mengangguk, tersenyum tapi tampa tahu ap yang dibicarak oleh kliennya. Atau sebaliknya ia menjadi kurang perhatian, kurang konsentrasi atau malah mungkin ia memikirkan masalahnya sendiri.
3. Kemungkinan konselor kehilangan informasi penting sangatlah besar, kalau ia dikuasai oleh kebosanannya , karena ia kurang perhatian, kurang kosentrasi dan mungkin malah memikirkan masalahnya sendiri.
b. Hostilitas
Konselor yang sering merasa dirinya nice people karena sudah membantu orang lain dan ia berharap akan dihargai oleh orang lain karena hal itu. Tetapi orang (klien) dalam konseling punya hostilitas terpemdam yang harus diurai dulu sebelum melangkah maju. Konselor harus mengurangi apa yang melatar belakangi suatu hostilitas terjadi.
c. Distansi Emosional
Konselor yang distan secara emosional tidak dapat “masuk” kedalam diri klien. Ia tidak dapt menyatukan diri denagn pikiran, perasaan, dan persepsi diri klien sehingga benar-benar berempati.
d. Kesalahan-kesalahan konselor
Semua konselor pasti pernah melakukan kesalahan. Subjek pekerjaan konselor dan tingkah laku manusia adalah hal yang sangat kompleks. Tidak dapat diukur dengan tepat, tidak dapt dipahami dengan tepat. Jadi, pasti akan terjadi sesuatu kesalahan. Ini harus diakui dan kemudian belajar dari kesalahan ini.
e. Kelekatan emosional
Kelekatan emosional bararti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada yang lain untuk pemuasan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi dalam hubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa aman, untuk menerima dan memberi cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan (Lesmana 2006). Beberapa kemungkina perilaku konselor yang lekat emosional adalah:
1. Memperpanjang sesi
2. Mengganggap sesi lebih sebagian rekreasi daripada kerja
3. Iri terhadap hubungan klien dengan orang lain secara halus meremehkan atau tidak memdorong hubungan ini. bila telah terjadi kelekatan emosional antara konselor dengan klien, maka akan menyalahi asumsi-asumsi berikut ini :
· Konselor umumya mempersepsi realitas secara lebih tepat dari pada klien, tetapi bila terjadi kelekatan emosional ini akan mempengaruhi persepsi konselor tentang klien.
· Konselor seharusnya dapat membatu klien untuk membuat keputusan yang :menguntungkan klien. Bila terjadi kelekatan emosional konselor akan “menahan” klien karena memenuhi kebutuhan emosionalnya.
· Konselor mampu untuk stabil meskipun ada perubahan mood dari diri klien. Konselor yang lekat pada klien akan ikut dengan perubahan mood ini dan akan merasakan penderitaan dan kepedihan yang luar biasa dari kliennya, sehingga menghapus fungsi konselor sebagai pembawa pengaruh stabil dan pemikiran-pemikiran yang objektif.
f. Penderitaan (suffering/psichological bleeding)
Konselor adalalah penyebab penderitaan, meskipun bukan penyebab utama.konselor bisa menimbulkan pendeeritaan ketika ia mendorong kliennya untuki berkembang, padahal klien ini mempunyai keinginan besar untuk menetap pada suatu keadaan atau bahkan mundur. Konselor yang tidak mampu menjadi sebab penderitaan atau tidak dapat mengizinkan kliennya mengalami penderitaan dapat menyebabkan kerugian.
Seorang konselor harus mampu untuk duduk dan membiarkan kliennya berdarah-darah sehingga semua racun dalam tubunhnya keluar. Saat yang tepat dan bagaimana menghentikan pendarahan ini adalah suatu keterampilan yang di dapat berdasarkan pengalaman.
g. Burnout
Burnout adalah suatu suasana kepadaman gairah kerja dan bereprestasi, kadang-kadang juga bisa dinamakan stress kerja (mappiare, 2006). Untuk mempertahankan pendekatan yang sehat, konselor yang sukses memakai cara-cara preventif untuk mencegah burnout.
Beberapa saran menurut gladding (1992) untuk mencegah atau mengobati burnout sebagai berikut :
· Menjalin hubungan dengan individu-individu yang sehat
· Bekerja dengan rekan-rekan yang committed dan dengan organisasi yang punya misi
· Melakukan latihan-latihan untuk mengurangi stres
Peran konselor memang sangatlah rentan untuk terjadinya burnout. Konselor terus-menerus berhadapan dengan emosional tinggi. Penderitaan klien juga menjadi penderitaannya, tetapi ia harus bisa mempertahankan sikap profesionalnya.
2.3 kesenjangan Berkaitan Relasi dengan Klien
Menurut Yeo (2003, 104:107) menyebutkan beberapa kesenjangan berkaitan dengan relasi dengan klien yang dialami oleh konselor :
a. Membuka diri
Sebagin klien mengharapkan konselor mau menceritakan informasi-informasi pribadi tentang diri konselor sendiri dan berusaha mendapatkan
kesejajaran dalam relasi. Tentu saja tidak ada salahnya bila konselor menceritakan sedikit informasi tentang dirinya pada klien tapi walau demikian juga tidak perlu bahwa konselor terlalu membuka kehidupan pribadinya. Dengan arti ini, konseling tidak lagi relasi sejajar. Hal ini dikarenakan relasi konseling bukan masalah “buka-bukaan” antara konselor dengan klien tapi lebih dimaksudkan untuk menolong klien menghadapi masalah-masalahnya.
b. Perasaan-perasaan konselor terhadap klien
Terkadang tidak semua klien yang dihadapi oleh konselor itu menyenangkan, atau dengan kata lain klien tersebut itu menjengkelkan, lalu apa yang harus dilakukan konselor apabila ada dalam situasi seperti ini ?
Yang pertama, konselor adalah mengakui bahwa dirinya bukan malaikat. Konselor adalah manusia biasa yang dapat terpengaruh oleh klien dan kadang-kadang tidak suka pada mereka. Yang kedua konselor dapat membicarakannya dengan sejawat untuk mendiskusikan bersama dengan mereka.
c. Daya tarik seksual
Tidak dapat dihindari bahwa para konselor mengalami daya tarik seksual kliennya. Hal penting adalah konselor dapat membuat batasan-batasan
yang jelas pada awal sesi konseling (misalnya dengan menggunakan teknik strukturing). Selain itu konselor juga dapat mengusahakan tindakan-tindakan pencegahan dengan tidak menutup-nutupi kenyataan ini dari rekan-rekan sejawat atau konselor yang lebih senior. Setiap profesional dalam bidang menolong orang lain (helping profesion) akan menghadapi situasi-situasi dimana klien “menantang” kehandalan,pengalaman dan kepakaran dalam konselor. Yeo (2003, 110:113) mengemukakan beberapa sikap yang bisa konselor lakukan berkaitan dengan sikap atau perilaku “menantang” klien.
1) Konselor tidak bersikap defensif
Konselor mencoba untuk memahami bahwa klien sedang cemas dan tidak pasti. Terkadang klien mengatakan sesuatu yang mungkin konselor merasakan bahwa itu merendahkan konselor.
2) Konselor tidak menganggap dirinya sendiri
Wajar saja jika seorang profesional juga memiliki kekurangan pada dirinya, namun yang paling penting adalah ada usaha untuk sel;alu mencoba lebih baik dari sebelumnya. Jadi, Konselor tidak perlu menganggap rendah dirinya sendiri.
3) Siap menghadapi berbagai pertanyaan dari klien
Apapun pertanyaan klien, konselor mencoba untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apabila konselor tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat intim, konselor bisa menjawab secara ringkas dan mengarahkan klien untuk berpusat pada dirinya sendiri.
4) Memberi kesempatan klien untuk mencoba
Jika klien ragu-ragu terhadap konseling, baik apabila memberikan kesempatan untuk mencoba. Konselor juga mengatakan pada klien bahwa wajar apabila mereka ragu-ragu dan mungkin menganggap hasil konseling tidak sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini penting karena mengingat konseling merupakan suatu proses yang membutuhkan tahap tertentu dalam penyelesaian suatu masalah, dan tentunya dalam proses konseling telah dibicarakan kelemahan kelebihan dari masing-masing alternatif pemacahan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar