Selasa, 10 Juli 2012

teknik konseling rejection & advice



A.    Rejection (Penolakan)
1.    Definisi
Rejection adalah keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk melarang konseli melakukan rencana yang akan membahayakan atau merugikan dirinya atau orang lain. Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan objektif, yang bersifat menolak pandangan hidup, tindakan, atau rencana konseli.

2.    Tujuan
Tujuan dari pemberian rejection adalah:
a.       Agar konseli tidak melakukan rencana yang membahayakan dan merugikan diri sendiri dan orang lain
b.      Agar konseli memikirkan kembali rencanya yang sudah diputuskan
c.       Agar konseli tidak cepat mengambil keputusan yang salah serta membahayakan.

3.    Jenis-Jenis
Secara umum ada dua jenis penolakan, yaitu:
a.       Penolakan secara halus
Contoh:
Konseli      : “Pak, kemarin saya habis bertengkar dengan teman sekamar saya karena saya dikira membohongi dan menusuk dia dari belakang. Ternyata teman saya menyukai cowo yang sedang mendekati saya. Saya bingung karena sekarang sikap dia berubah dan membuat saya merasa tidak nyaman. Apa saya harus pindah kos saja ya?”
Konselor    : “Coba anda pikirkan dulu baik-baik keputusan anda untuk pindah kos setelah pertengkaran anda dengan teman sekamar anda terjadi.”
b.      Penolakan secara terang-terangan/langsung
Contoh:
Konseli      : “Pak, kemarin saya habis bertengkar dengan teman sekamar saya karena saya dikira membohongi dan menusuk dia dari belakang. Ternyata teman saya menyukai cowo yang sedang mendekati saya. Saya bingung karena sekarang sikap dia berubah dan membuat saya merasa tidak nyaman. Apa saya harus pindah kos saja ya?”
Konselor    : “Jangan, sebaiknya hubungan persahabatan antara anda dengan  teman sekamar anda jangan sampai terpecah berai.”

4.    Penggunaan
Teknik ini hanya boleh digunakan jika hubungan antara konseli dengan konselor sangat baik, sehingga komentar negatif dari konselor tidak akan merusak hubungan, bahkan akan membantu konseli untuk menghadapi dirinya sendiri secara realistis. Konselor yang berpengalaman sekalipun akan sangat berhati-hati dalam hal ini. Konselor yang bertugas di institusi pendidikan dapat saja mempunyai pertimbangan tertentu sebagai dasar yang membenarkan penggunaan teknik ini, misalnya pertimbangan moral dan pertimbangan pedagogis.

5.    Waktu Pemberian
Rejection diberikan oleh konselor kepada konseli ketika konseli akan melakukan rencana yang akan membahayakan atau merugikan dirinya sendiri atau orang lain.

B.     Advice (Saran/Nasihat)
1.    Definisi
Advice adalah keterampilan atau teknik yang digunakan konselor untuk memberikan nasehat atau saran bagi konseli agar konseli dapat lebih jelas, pasti mengenai apa yang akan dikerjakan.

2.    Tujuan
a.       Agar konseli lebih jelas dan lebih pasti mengenai apa yang akan dikerjakan (advice persuasif)
b.      Agar konseli mengetahui fakta mengenai informasi yang sama sekali belum klien ketahui (advice langsung)
c.       Agar konseli mangetahui kelebihan dan kekurangan setiap alternatif pilihan (advice alternatif)

3.    Jenis-Jenis
Secara umum, ada tiga jenis advice, yaitu advice langsung, advice persuasif, dan advice alternatif.
a.       Advice Langsung
Advice langsung adalah saran atau nasihat yang diberikan langsung pada konseli berupa fakta jika konseli sama sekali tidak mempunyai informasi tentang fakta atau hal yang ia hadapi.
Contoh:
Konseli      : “Bu, saya ingin sekali masuk ke STAN tetapi saya sama sekali tidak tahu syarat-syarat apa yang diperlukan untuk itu. apakah Ibu mengetahuinya?”
Konselor    : “Kebetulan di kantor Ibu belum ada informasi tersebut dan saya sendiri kurang mengetahuinya, namun alangkah lebih baiknya kamu datang ke sekretariat atau mungkin kamu cek ke website STAN untuk memperoleh informasi tersebut lebih jelas.”
b.      Advice Persuasif
Advice persuasif adalah saran atau nasihat yang diberikan konselor bilamana konseli tidak mengemukakan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima dari rencana yang akan dilakukan.
Contoh:
Konseli      : “Bu, saya merasa malu pada diri sendiri karena sering sekali lupa sampai-sampai teman saya menjadi sebal kepada saya. Saya ingin membuat checklist agar saya bisa mengatasi sifat pelupa saya.”
Konselor    : “Berdasarkan alasan yang kamu kemukakan tadi yaitu kamu ingin membuat checklist agar bisa mengatasi sifat pelupamu maka baik sekali jika rencanamu dilaksanakan.”
c.       Advice Alternatif
Advice alternatif adalah nasihat atau saran yang diberikan konselor setelah konseli mengetahui kelebihan dan kelemahan setiap alternatif.
Contoh:
Konseli      : “Bu, saya bingung di satu sisi saya ingin pindah kos karena    teman-teman saya pindah semua, namun orang tua tidak memperbolehkan saya untuk pindah kos. Saya harus bagaimana Bu?”
Konselor    : “Baiklah, mari kita bicarakan bersama keuntungan dan kerugian serta konsekuensinya kamu pindah kos atau tidak, sehingga nanti kita temukan pilihan yang tepat.”
(Konselor dan konseli membahas keuntungan dan kerugian atau faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat setiap pilihan di atas sehingga akhirnya konseli mengetahui keuntungan dan kekurangan masing-masing pilihan tersebut.)
Konselor    : “Setelah kamu mengetahui keuntungan dan kerugian setiap pilihan tersebut, maka sebaiknya kamu memilih pilihan yang paling menguntungkan bagi kamu dengan segala konsekuensinya.

4.    Penggunaan
Konselor mamberikan nasihat agar konseli mengambil tindakan tertentu atau memilih cara A daripada cara B. Ada konseli yang kadang-kadang membutuhkan hal ini, lebih-lebih bila ia sedang dalam dalam keadaan bingung. Konselor yang berpengalaman tidak akan ragu-ragu menggunakan teknik ini, tetapi dia harus sangat bijaksana dalam menentukan terhadap siapa dan kapan teknik ini sebaiknya digunakan.
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika konseli memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasihat atau tidak. Sebab dalam memberi nasihat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.

5.    Waktu Pemberian
Advice biasanya baru diberikan dalam fase penyelesaian masalah, bila seluk-beluk permasalahannya sudah jelas.

Prasangka Sosial


PRASANGKA SOSIAL
Definisi Prasangka Sosial
Prasangka sosial adalah penilaian apriori karena memerlukan objek sasaran prasangka atau target prasangka tidak berdasarkan karakteristik unik atau khusus dari individu, tetapi meletakkan karakteristrik kelompoknya menonjol.
Ciri-ciri Prasangka Sosial
Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaan in group dan out group yang menguat. Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah:
1.      Proses generalisasi terhadapan perbuatan anggota kelompok lain
2.      Kompetisi sosial
3.      Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain
4.      Pengaruh presepsi selektif dan ingatan masa lalu
5.      Perasaan frustasi (scope goating)
6.      Agresi antar kelompok
7.      Dogmatisme
Sumber-Sumber Penyebab Prasangka Sosial
Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu:
1.      Prasangka sosial
Sumber prasangka sosial, antara lain:
·         Ketidaksetaraan Sosial
·         Identitas Sosial
·         Konformitas
2.      Prasangka secara emosional
Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh:
                                                           ·          frustasi dan agresi
                                                           ·          kepribadian yang dinamis
                                                           ·          kepribadian otoriter
3.      Prasangka kognitif
Sumber prasangka kognitif dapat dilihat dari kategorisasi dan simulasi distinktif.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prasangka Sosial
Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
·         Pengaruh Kepribadian
·         Pendidikan dan status
·         Pengaruh pendidikan anak oleh orangtua
·         Pengaruh kelompok
·         Pengaruh politik dan ekonomi
·         Pengaruh komunikasi
·         Pengaruh hubungan sosial
Teori-Teori Prasangka Sosial
         1.         Teori konflik realistik              5.    Teori kategorisasi sosial
         2.         Teori belajar sosial                   6.    Teori perbandingan sosial
         3.         Teori kognitif                          7.    Teori biologi
         4.         Teori psikodinamika                8.    Deprivasi relatif
Dampak Prasangka Sosial
Dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik.
Cara Mengurangi Prasangka Sosial
·         Melalukan kontak langsung
·         Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci
·         Mengoptimalkan peran orang tua, guru, individu dewasa yang dianggap penting oleh anak dan media massa untuk membentuk sikap menyukai atau tidak menyukai melalui contoh perilaku yang ditunjukkan (reinforcement positive).
·         Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan memahami individu lain berdasarkan karakteristiknya yang unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu.

hambatan dan masalah konselor


HAMBATAN DAN MASALAH KONSELOR

            Dalam melaksanakan suatu kegiatan terkadang terdapat hambatan baik hambatan sebelum pelaksaan ataupun saat pelaksanaannya. Begitu pula dalam melaksanakan tugas profesional, konselor juga mendapat hambatan yang berbagai macam baik hambatan yang biasa-biasa saja bahkan sampai hambatan yang serius. Seorang konselor pun mempunyai keterbatasan untuk melakukan proses konseli sehinnga terkadang proses konseling tidak efektif.
 2.1  keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh konselor
            Menurut Yeo (2003), ada beberapa hal yang merupakan keterbatasan-keterbatasan konselor sepanjang melaksanakan  tugas profesional, yaitu:
a.       Pengetahuan dan Keterampilan
Sering sekali kita mendapai bahwa tidak semua orng yang masuk dalam profesi membantu (konseling) tidak semua memiliki hambatan karena tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan konseling yang mencukupi. Konselor sering kali dihadapkan dengan teori tanpa mendapat keterampilan-keterampilan yang khusus agar dapat bekerja dengan utuh.
b.      Usia dan pengalaman
Usia dan pengalam merupakn salah satu hal yang mungkin saja bisa jadi masalah atau hambatan dalam proses konseling. Klien melihat usia dan pengalaman konselor mempengaruhi klien untuk lebih manatap dalam mengambil keputusan. Hal ini dikarenakan konselor yang memiliki pengalaman yang cukup dan usia yang mencukupi untuk dilihat sebagai orang yang bijak.  Biasanya klien lebih memilih konselor yang usianya sesuai dengannya.
c.       Emosi
Merupakan karakteristik pribadi atau relatif menetap.
d.      Kebudayaan, bahasa dan agama
Dengan adanya keragaman, ras, budaya, dan bahasa maka konselor juga menghadapi kendala dalam praktinya. Konselor pun dalam hal ini terbatas. Hal ini  menjadi masalah karena konselor belum sepenuhnya memahami budaya, bahasa, atau agama klien. Pada kenyataannya setiap klien memiliki bahasa, budaya dan agama yang berbeda-beda, dan perbedaan inilah yang harus dipahami oleh konselor.
 2.2  Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Konselor
            Dalam Cavanag (1982) dalam lesmana (2006) mengemukakan ada beberapa 7 masalah umum yang dapat menghambat dalam suatu hubungan konseling, yaitu:
a.       Kebosanan
Menutur Cavanag (1982). Konselor pemula jarang mengalami kebosanan karena sifat baru dari pekerjaan mereka. Setiap mereka bertemu dengan orang-orang yang mempunyai problem berbeda dan mecoba keterampilan dan tanggung jawab sebagai seorang konselor. Tetapi seperti halnya tingkah laku lain yang harus berulang, monseling dapat membosankan.  Beberapa hal yang dapat timbul karena kebosanan:
1.      Konselor mengambil jarak dengan klienya, makin lama makin menjauh. Klien dapat merasakan hal ini, ia akan kehilangan rasa aman dan rasa diterima sangat penting bagi keberhasilan konseling.
2.      Konselor terkadang mengambil cara negative dalam menangai kebosanan  ia mencoba mengangguk, tersenyum tapi tampa tahu ap yang dibicarak oleh kliennya. Atau sebaliknya ia menjadi kurang perhatian, kurang konsentrasi atau malah mungkin ia memikirkan masalahnya sendiri.
3.      Kemungkinan konselor kehilangan informasi penting sangatlah besar, kalau ia dikuasai oleh kebosanannya , karena ia kurang perhatian, kurang kosentrasi dan mungkin malah memikirkan masalahnya sendiri.

b.       Hostilitas
Konselor yang sering merasa dirinya nice people karena sudah membantu orang lain dan ia berharap akan dihargai oleh orang lain karena hal itu. Tetapi orang (klien) dalam konseling punya hostilitas terpemdam yang harus diurai dulu sebelum melangkah maju. Konselor harus mengurangi apa yang melatar belakangi suatu hostilitas terjadi.

c.       Distansi Emosional
Konselor yang distan secara emosional tidak dapat “masuk” kedalam diri klien. Ia tidak dapt menyatukan diri denagn pikiran, perasaan, dan persepsi diri klien sehingga benar-benar berempati.

d.      Kesalahan-kesalahan konselor
Semua konselor pasti pernah melakukan kesalahan. Subjek pekerjaan konselor dan tingkah laku manusia adalah hal yang sangat kompleks. Tidak dapat diukur dengan tepat, tidak dapt dipahami dengan tepat. Jadi, pasti akan terjadi sesuatu kesalahan. Ini harus diakui dan kemudian belajar dari kesalahan ini.

e.       Kelekatan emosional
Kelekatan emosional bararti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada yang lain untuk pemuasan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi dalam hubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa aman, untuk menerima dan memberi cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan (Lesmana 2006).  Beberapa kemungkina perilaku konselor yang lekat emosional adalah:
1.      Memperpanjang sesi
2.      Mengganggap sesi lebih sebagian rekreasi daripada kerja
3.      Iri terhadap hubungan klien dengan orang lain secara halus meremehkan atau tidak memdorong hubungan ini. bila telah terjadi kelekatan emosional antara konselor dengan klien, maka akan menyalahi asumsi-asumsi berikut ini :
·         Konselor umumya mempersepsi realitas secara lebih tepat dari pada klien, tetapi bila terjadi kelekatan emosional ini akan mempengaruhi persepsi konselor tentang klien.
·         Konselor seharusnya dapat membatu klien untuk membuat keputusan yang :menguntungkan klien. Bila terjadi kelekatan emosional konselor akan “menahan” klien karena memenuhi kebutuhan emosionalnya.
·         Konselor mampu untuk stabil meskipun ada perubahan mood  dari diri klien. Konselor yang lekat pada klien akan ikut dengan perubahan mood ini dan akan merasakan penderitaan dan kepedihan yang luar biasa dari kliennya, sehingga menghapus fungsi konselor sebagai pembawa pengaruh stabil dan pemikiran-pemikiran yang objektif.
f.       Penderitaan (suffering/psichological bleeding)
Konselor adalalah penyebab penderitaan, meskipun bukan penyebab utama.konselor bisa menimbulkan pendeeritaan ketika ia mendorong kliennya untuki berkembang, padahal klien ini mempunyai keinginan besar untuk menetap pada suatu keadaan atau bahkan mundur. Konselor yang tidak mampu menjadi sebab penderitaan atau tidak dapat mengizinkan kliennya mengalami penderitaan dapat menyebabkan kerugian.
Seorang konselor harus mampu untuk duduk dan  membiarkan kliennya berdarah-darah sehingga semua racun dalam tubunhnya keluar. Saat yang tepat dan bagaimana menghentikan pendarahan ini adalah suatu keterampilan yang di dapat berdasarkan pengalaman.
g.      Burnout
Burnout adalah suatu suasana kepadaman gairah kerja dan bereprestasi, kadang-kadang juga bisa dinamakan stress kerja (mappiare, 2006). Untuk mempertahankan pendekatan yang sehat, konselor yang sukses memakai cara-cara preventif untuk mencegah burnout.
Beberapa saran menurut gladding (1992) untuk mencegah atau mengobati burnout sebagai berikut :
                                   ·          Menjalin hubungan dengan individu-individu yang sehat
                                   ·          Bekerja dengan rekan-rekan yang committed dan dengan organisasi yang punya misi
                                   ·          Melakukan latihan-latihan untuk mengurangi stres
Peran konselor memang sangatlah rentan untuk terjadinya burnout. Konselor terus-menerus berhadapan dengan emosional tinggi. Penderitaan klien juga menjadi penderitaannya, tetapi ia harus bisa mempertahankan sikap profesionalnya.
2.3 kesenjangan Berkaitan Relasi  dengan Klien
Menurut Yeo (2003, 104:107) menyebutkan beberapa kesenjangan berkaitan dengan relasi dengan klien yang dialami oleh konselor :
a.       Membuka diri
Sebagin klien mengharapkan konselor mau menceritakan informasi-informasi pribadi tentang diri konselor sendiri dan berusaha mendapatkan
kesejajaran dalam relasi. Tentu saja tidak ada salahnya bila konselor menceritakan sedikit informasi tentang dirinya pada klien tapi walau demikian juga tidak perlu bahwa konselor terlalu membuka kehidupan pribadinya. Dengan arti ini, konseling tidak lagi relasi sejajar. Hal ini dikarenakan relasi konseling bukan masalah “buka-bukaan” antara konselor dengan klien tapi lebih dimaksudkan untuk menolong klien menghadapi masalah-masalahnya.
b.      Perasaan-perasaan konselor terhadap klien
Terkadang tidak semua klien yang dihadapi oleh konselor itu menyenangkan, atau dengan kata lain klien tersebut itu menjengkelkan, lalu apa yang harus dilakukan konselor apabila ada dalam situasi seperti ini ?
Yang pertama, konselor adalah mengakui bahwa dirinya bukan malaikat. Konselor adalah manusia biasa yang dapat terpengaruh oleh klien dan kadang-kadang tidak suka pada mereka. Yang kedua konselor dapat membicarakannya dengan sejawat untuk mendiskusikan bersama dengan mereka.

c.        Daya tarik seksual
Tidak dapat dihindari bahwa para konselor mengalami daya tarik seksual kliennya. Hal penting adalah konselor dapat membuat batasan-batasan
yang jelas pada awal sesi konseling (misalnya dengan menggunakan teknik strukturing). Selain itu konselor juga dapat mengusahakan tindakan-tindakan pencegahan dengan tidak menutup-nutupi kenyataan ini dari rekan-rekan sejawat atau konselor yang lebih senior. Setiap profesional dalam bidang menolong orang lain (helping profesion) akan menghadapi situasi-situasi dimana klien “menantang” kehandalan,pengalaman dan kepakaran dalam konselor. Yeo (2003, 110:113) mengemukakan beberapa sikap yang bisa konselor lakukan berkaitan dengan sikap atau perilaku “menantang” klien.
1)      Konselor tidak bersikap defensif
Konselor mencoba untuk memahami bahwa klien sedang cemas dan tidak pasti. Terkadang klien mengatakan sesuatu yang mungkin konselor merasakan bahwa itu merendahkan konselor.
2)      Konselor tidak menganggap dirinya sendiri
Wajar saja jika seorang profesional juga memiliki kekurangan pada dirinya, namun yang paling penting adalah ada usaha untuk sel;alu mencoba lebih baik dari sebelumnya. Jadi, Konselor tidak perlu menganggap rendah dirinya sendiri.
3)      Siap menghadapi berbagai pertanyaan dari klien
Apapun pertanyaan klien, konselor mencoba untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apabila konselor tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sangat intim, konselor bisa menjawab secara ringkas dan mengarahkan klien untuk berpusat pada dirinya sendiri.
4)      Memberi kesempatan klien untuk mencoba
Jika klien ragu-ragu terhadap konseling, baik apabila memberikan kesempatan untuk mencoba. Konselor juga mengatakan pada klien bahwa wajar apabila mereka ragu-ragu dan mungkin menganggap hasil konseling tidak sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini penting karena mengingat konseling merupakan suatu proses yang membutuhkan tahap tertentu dalam penyelesaian suatu masalah, dan tentunya dalam proses konseling telah dibicarakan kelemahan kelebihan dari masing-masing alternatif pemacahan masalah.